Kuliner Bali Dalam Naskah Lontar Masyarakat Bali

Prof. dr. I wayan Ardika, M.A., dkk

ISBN : 978-602-5742-38-5 Published : 2018

Abstrak

India—Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) relations have witnessed remarkable growth in recent years. At the ASEAN—India Commemorative Summit 2012 in New Delhi, the two sides elevated rela­tions to a strategic partnership. The summit welcomed the report of the ASEAN—India Eminent Persons' Group and its vision statement on the future of these relations. In this context, the summit encouraged 'the study, documentation and dissemination of knowledge about civilization along links between ASEAN and India'. India's Act East Policy has imparted fresh momentum to these relations in all their multifarious dimensions, including in the field of arts and culture. ASEAN and India are celebrating twenty-five years of partnership.


The ASEAN—India Centre (AIC) at the Research and Information System for Developing Countries (RIS) in collaboration with the Indian Council for Cultural Relations (ICCR) and the Ministry of External Affairs (MEA), Government of India, organised an international confer­ence 'ASEAN—India Cultural Links: Historical and Contemporary Dimensions' at the India Habitat Centre, New Delhi on 23-24 July 2015. Twenty-four eminent scholars from ASEAN countries, India and several other countries presented original research papers at this conference. They discussed a number of key issues that are relevant to the objective of deep­ening ASEAN—India cultural relations. These are now presented in a sin­gle volume, which will become a valuable reference for scholars and researchers, but will be of interest to the general reader as well.


I would like to record my appreciation of the efforts made by Dr Prabir De and his team at AIC in putting together this volume. I wish to thank the Director General, Dr Sachin Chaturvedi, and other colleagues at RIS for their constant support and cooperation. I wish to thank the President of ICCR, Professor Lokesh Chandra, and its former Director General, Dr Satish C. Mehta, who lent their valuable support to the conference and contributed to its success.


I am also grateful to Ambassador Anil Wadhwa, former Secretary (East), MEA, Government of India; Ambassador Preeti Saran, Present Secretary (East), MEA, Government of India; Ms Pooja Kapur, former Joint Secretary (ASEAN Multilateral), MEA, Government of India; and Mr Anurag Bhushan, the current Joint Secretary (ASEAN Multilateral), MEA, Government of India for their support and cooperation.


This book provides new ideas and suggestions related to deepening ASEAN—India cultural relations. It will be welcomed by all those who have an interest in the rich and remarkable history and contemporary dimensions of India's cultural engagement with its Southeast Asian neighbours.


membunuh mikroba dan sifat sebagai antioksidan yaitu kemampuan basa genep untuk mencegah atau tnenghambat proses oksidasi pada pangan yang mengakibatkan pangan menjadi rusak dan tidak layak untuk dikonsumsi. Mikroba yang diuji adalah bakteri. Jenis bakteri yang diuji adalah Eschericia coli ATCC 25922, Staphilocuccus aureus ATCC 29213 dan Salmonella thypi. Ketiga jenis bakteri ini pada umumnya ditemukan pada pangan dan bila pangan yang terkontaminasi oleh bakteri tersebut dikonsumsi maka dapat menyebabkan gangguan kesehatan bagi konsumennya


Sesuai dengan rumusan masalah maka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Struktural fungsional dan teori Simbol. Bentuk dan fungsi kuliner dikaji dengan menggunakan teori struktural fungsional, dan makna kuliner ditelaah dengan mengaplikasikan teori simbol.


Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk dan jenis kuliner Bali sangat beragam yang dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yakni kuliner beteg (agak berair contohnya lawar, tam, anyang dll), kuliner kering (urutan dan gorengan), dan kuliner cair (enceh misalnya kekomnoh, dan jukut ares). Secara fungsional kuliner Bali dibedakan untuk tujuan religious dan sosial. Untuk tujuan religious atau keagamaan kuliner Bali digunakan untuk alum suci yang dipersembahkan kepada para dewa atau alam atas, kuliner sebagai babangkit dan gayah untuk alam tengah, dan kuliner untuk ulam cant dipersembahkan kepada para Bhuta atau alam bawah dalam kaitannya dengan Bhuta yadnya. Selain fungsi religious atau keagamaan, kuliner Bali juga berfungsi sosial yang didasarkan atas linggihltegak sesuai dengan status dan kedudukan seseorang. [Intik fungsi sosial kuliner Bali dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yakni pamijian dihidangkan untuk pejabat rendah atau pejabat tingkat desa, kawisan ialah hidang yang disuguhkan untuk pejabat tingkat menengah setingkat Camat dan yang setara, dan pajeg adalah hidangan kuliner yang d suguhkan kepada pejabat tinggi yang meliputi pejabat tingkat kabupaten, provinsi. dan tingkat pusat. Perlu juga disampaikan bahwa kuliner Bali bernuansa gender. Istri/suami pejabat tadi diberi hidangan kuliner yang jumlah dan jenisnva tdak sama atau biasanya kurang daripada yang disuguhkan kepada suami/ istri pejabat tersebut.


Selain berfungsi dan bermakna sosial, kuliner Bali juga bermakna religius. Bentuk dan jenis kuliner Bali dibuat sedemikian rupa yang melambangkan senjata dewata nawa sanga atau sembialn dewa penjaga mata angin. Misalnya sate lembat sebagai simbol gada yang merepresentasikan Dewa Brahma penguasa selatan, dan sate kitting (kekuung) atau sate cempaka simbol padma merepre­sentasikan Dewa Siwa penguasa tengah dalam dewata nawa sanga.


Hasil pengujian terhadap Basa genep bila dilihat dari bahan­bahan penyusunnya mengandung komponen kimia yang beragam jenisuya tergantung kepada jenis bahan. Basa genep mengandung komponen kimia flavonoid sebanyak 1054,665 mg/100 g QE dan total fenol (polifenol) sebanyak. 8660,576 mg/ 100 g GAE. Basa genep mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Daya peng­hambatan basa genep ditentukan oleh konsentrasi basa genep yang digunakan dan jenis bakteri yang dihambat. Basa genep tergolong antioksidan yang kuat.


Kate Kunci: Kuliner Bali, Naskah Lontar, Bentuk, Fungsi, dan Makna