Aci Usaba Kawulu Tradisi Nyepeg Sampi dan Elemen Bairawa di Desa Asak, Karangasem

I Wayan Ardika, I Made Suastika

ISBN : 978-623-7559-30-6 Published : 2019

Abstrak

Puji syukur ke hadapan Id c Sanghyang Widi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa karcila buku hasil penelitian Ad Usaba Katvulu/ Nyepeg surnpi r 1 i Desa Pakraman Asak dapat diselesaikan tcp;it waki u. Sesuai dengan judul penelitian ini yakni A Ct 1 ISA HA KA WULU TRADISI "NYEPEG SAMPI" DAN ELEMEN BAIRAWA DI DESA ASAK, KARANGASEM, penelitiani ini bertujuan untuk mengungkap ideology, fungsi, dan makna upacara tersebut. Pembunuhan sapi secara beramai-ramai/Nyepeg sampi oleh pemuda atau Sekaa Teruna Desa Pakraman Asak sempat menjadi polemik terutama di kalangan pencinta hewan yang mengategorikan aktivitas tersebut sebagai penyiksaan hewan (animal abuse). Dengan menelusuri prosesi, persembahyangan bersama, pembunuhan sapi Nyepeg sampi secara sadis oleh Sekaa Teruna, dan pemanfaatan kepala, ekor, dan daging sapi untuk caru atau korban suci maka ideology dan makna upacara Ad Usaba Kawulu/ Nyeped sampi semakin terungkap.

Sapi yang dijadikan caru atau korban suci dipelihara dengan baik oleh Sekaa teruna, pada saat upacara Usaba tersebut, kepala dan ekor sapi itu dihias dengan baik oleh para Sekaa Teruna. Setelah dihias, sapi tersebut diiringi oleh Sekaa Teruna dan Sekaa Daha, serta masyarakat Asak secara keseluruhan menuju ke Balai Banjar serbaguna Banjar Kangin Desa Pakraman Asak. Sapi tersebut diperlakukan dengan baik dan sangat dihormati, sebelum akhirnya dibunuh dengan sadis.

Setelah persembahyang bersama selesai, sapi itu kemudian dilepas agar ke luar dari area balai banjar menuju jalan desa. Di depan pintu balai banjar Sekaa Truna telah bersiap-siap dengan parang untuk membunuh sapi tersebut. Sifat yang semula sangat sayang dan hormat kepada sapi tersebut, tiba-tiba berubah menjadi sangat garang dan membunuh sapi secara sadis. Mencermati perubahan sikap Sekaa Teruna bila dikaitkan dengan mitos Hindu tentang Durgamahisasuramardini yakni Dewi Durga yang membunuh Asura atau raksasa yang sempat mengganggu Kendran atau sorga tempat kedudukan Dewa Indra. Sesuai dengan mitos tersebut, Asura hanya dapat dibunuh oleh wanita. Para dewa kemudian melakukan semadi untuk menciptakan wanita yang dapat membunuh Asura. Kemudian lahirlah Dewi Durga, dan para dewa memberikan senjata untuk Dewi Durga agar dapat membnuh Asura.

Durga dengan kekuatannya kemudian dapat membunuh Asura yang berubah wujud menjadi mahisa/kerbau/ sapi. Sikap sadis para Sekaa Teruna dapat diinterpretasikan sebagai simbolisasi kekuatan Dewi Durga untuk membunuh Asura sebagai simbol hal -hal yang bersifat negatif, keburukan, keserakahan sebagaiman yang dimiliki oleh Asura.

Aci Usaba Kawulu/ Nyepeg sampi bertujuan untuk membuat keseimbangan dan keharmonisan alam dari kekuatan negatif agar dapat memberikan kesejahteraan kepada umat manusia. Fenomena ini menjadi lebih jelas ketika kepala dan ekor sapi, serta dagingnya digunakan untuk caru pada keesokan harinya. Upacara caru adalah korban suci untuk bhuta yadnya agar rob jahat tidak mengganggu manusia.

Fungsi upacara Aci Usaba Kawulu/ Nyepeg sampi adalah sebagai sarana atau media untuk menyucikan dan menjaga keseimbangan dan keharmonisan alam sehingga dapat memberikan kejahteraan dan keamanan bagi manusia. Spirit Dewi Durga yang dengan kekuatannya yang dasyat dapat mengalahkan kebatilan atau kejahatan yang dibuat oleh Asura akan diwarisi oleh generasi muda. Upacara Aci Usaba Kawulu/ Nyepeg sampi bertujuan untuk melestarikan nilai-nilai positif kepada generasi muda Desa Pakraman Asak.

Makna upacara Aci Usaba Kawulu/ Nyepeg sampi adalah kesucian, keseimbangan alam semesta ini. Pembunuhan sapi sebagai simbolisasi Asura yang bermakna kejahatan, kesombongan, dan kecongkakan agar segera sirna di muka bumi ini. Secara implisit di Desa Pakraman Asak terdapat pemujaan Dewa Siwa dan saktinya Dewi Durga dalam keadaan ugra atau murka untuk menghilangkan kejahatan dan hal-hal negatif di dunia ini.