Info Neuro : Myths and Facts Regarding Bell's palsy

10/01/2022 Views : 226

Ni Putu Ayu Putri Mahadewi



INFO NEURO : MITOS DAN FAKTA BELL'S PALSY


oleh : dr. Ni Putu Ayu Putri Mahadewi, M.Biomed, Sp.N



Bell's Palsy adalah disfungsi saraf wajah perifer, onset akut, bersifat idiopatik yang merupakan penyebab paling umum dari kelumpuhan wajah neuron motorik bawah dan tidak ada predileksi jenis kelamin. Etiologi Bell's palsy belum sepenuhnya diketahui namun infeksi virus, iskemia vaskuler, gangguan inflamasi autoimun, dan faktor keturunan disebut sebagai mekanisme yang mendasari.


            Sir Charles Bell (1774-1842), surgeon anatomist berasal dari Skotlandia dan Profesor Anatomy and Surgery  pertama di Royal College of Surgeon London, telah lama dipertimbangan sebagai yang pertama kali menjelaskan mengenai idiopathic facial paralysis pada awal abad ke-19. Karya Bell yang terpenting adalah di bidang penelitian tentang otak dan saraf, sebuah buku berjudul 'An Idea of a New Anatomy of The Brain' (1811), disebut 'The Magna Carta of Neurology'.


 

 

 

 

 

 

 

Gambar 1. Ilustrasi gambar paresis nervus fasialis perifer. Tampak gambaran kerutan dahi asimetris dan menghilang pada sisi yang mengalami gangguan.


 


Mitos dan Fakta Bell's Palsy dalam Masyarakat :

1. Pasien Bell's Palsy disarankan untuk mengunyah permen karet

Fakta : Kegiatan mengunyah merupakan fungsi otot mastikasi (pengunyah) yang disuplai oleh saraf trigeminal dan mengunyah dapat meningkatkan kemungkinan sinkinesis fasialis. Sinkinesis fasialis merupakan sekuele paresis nervus fasialis yang penting yaitu terjadi gerakan involunter (diluar kendali) yang terjadi akibat regenerasi saraf yang salah.


2. Bell's Palsy terjadi akibat terpapar dingin

Beberapa pasien menceritakan mereka menggosok gigi dengan air hangat, tidak mandi air dingin dan tidak mencuci wajah untuk menghindari paparan dingin sehingga meningkatkan suplai atau melancarkan peredaran darah.

Fakta : Hingga saat ini tidak ada penelitian yang melaporkan bahwa terpapar dingin merupakan faktor risiko terjadinya Bell's Palsy, kondisi ini merupakan penyakit neurogenik dan tidak terkait penyakit vaskularisasi.


3. Pasien Bell's Palsy menghindari melihat cermin

Kepercayaan di beberapa negara meyakini bahwa bila istri mengalami Bell's Palsy maka para suami akan menutup semua cermin yang ada dirumah.

Fakta : Tidak ada dasar ilmiah yang melaporkan hal tersebut. Keyakinan ini dapat memperburuk proses rehabilitasi yaitu facial muscle exercise (latihan wajah) di depan cermin dan visual biofeedback.


4. Pasien menggunakan daging burung merpati liar

Fakta : Tidak ada dokumentasi atau penelitian yang melaporkan peran konsumsi protein dalam penatalaksaan paresis nervus fasialis.

Penatalaksanaan Bell's Palsy terbaru saat ini dengan pemberian steroid dosis tinggi, terapi antiviral, perawatan pada mata pasien, terapi fisik dan rehabilitasi termasuk stimulasi elektrik otot dan latihan oto wajah.


 


Daftar Pustaka

1.   Mansoor Sahibzada Nasir, Rathore Farooq Azam. 2015. Myths and Misconception Regarding Facial Nerve Palsy Management : Interesting Perspectives From a Developing Country. Article in Journal of Neuroscience in Rural Practice. p.454-455.

2.   Adam Olivia Mahardani. 2019. Bell's Palsy. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 8(1). p.137-149.

3.   Ngoerah, I. G. N. G. 2017. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Saraf. Bali: Udayana University Press.

4.   Baehr Mathias, Frotscher Michael. 2005. Duus's Topical Diagnosis in neurology. Thieme New York.