Mengapa Kota-kota di Indonesia Rentan Penularan Covid-19?

30/06/2020 Views : 670

Ni Ketut Agusintadewi




Ahli epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono, menyatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki risiko tinggi terhadap penularan Covid-19. Bahkan beberapa hari ini kita diramaikan oleh berita dari media Australia yang menyebutkan Indonesia dapat menjadi hotspot penyebaran pandemi Covid-19 di Dunia karena adanya peningkatan jumlah positif terinfeksi lebih dari 1000 kasus per hari. Mengapa demikian? Ada beberapa faktor pendorong yang sangat beralasan.


Dari berbagai indikator untuk perhitungan risiko transmisi, jumlah penduduk yang besar menjadi indikator pertama. Berdasarkan data 2020, jumlah penduduk Indonesia sekitar 268 juta jiwa. Dengan jumlah penduduk demikian banyak, menjadi lebih berisiko terhadap penyebaran Covid-19. Sementara itu, indikator kedua adalah jumlah penduduk yang berdomisili di area perkotaan.  Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2017 sebanyak 52,9 persen populasi yang menempati wilayah perkotaan. Persentase sebesar ini menjadi sangat rentan, terutama di wilayah perkotaan yang padat penduduk. Kelompok penduduk ini memiliki jumlah kasus Covid-19 lebih tinggi dibandingkan di wilayah perdesaan atau pulau-pulau terpencil. Tambahan lagi, menurut data Susenas 2017, dari populasi tersebut, sebesar 14,8 persen menempati rumah tinggal dengan luas lantai kurang dari 8 meter persegi per kapita. Fenomena ini banyak kita temukan di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, atau Surabaya. Terutama para perantau pencari kerja atau para pekerja sektor informal, harga sewa rumah yang mahal menyebabkan mereka tinggal berdesakan dalam satu rumah petak. Tidak ada pilihan. Indikator lainnya dapat dilihat dari jumlah populasi yang bepergian atau meninggalkan rumah untuk berbagai aktivitas. Data tahun lalu, jumlah orang yang bepergian mencapai 28,2 persen dengan berbagai alasan, seperti karena pekerjaan, berpesiar, mengunjungi orang tua atau keluarga, dan lainnya. Mengingat bahwa aktivitas di luar rumah dan berinteraksi dengan banyak orang dapat mempercepat proses penularan virus, maka populasi yang demikian memiliki risiko tinggi terpapar Covid-19.


Dua indikator selanjutnya adalah ‘Gerakan cuci tangan’ yang ternyata belum menunjukkan hasil optimal. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, praktek cuci tangan yang tidak benar mencapai 50,2 persen. Dengan demikian, edukasi pada masyarakat perlu lebih ditingkatkan, sehingga praktek cuci tangan dengan benar dapat menjadi kebiasaan hidup yang sehat. Indikator terakhir adalah angka insidensi atau terkena penyakit pneumonia. Data BPJS 2016 menunjukkan angka insidensi mencapai 1,3 per 1000. Sebelum munculnya virus Corona SARS-CoV-2 sebagai penyebab Covid-19, kasus pneumonia telah banyak ditemukan di masyarakat karena peningkatan pencemaran udara akibat aktivitas lalu lintas, limbah pabrik, asap rokok, dan lain sebagainya.


Dari hasil skoring pada risiko transmisi, Tim Ahli Epidemiologi UI menyimpulkan bahwa Pulau Jawa memiliki risiko transmisi tertinggi, dengan peringkat empat besar provinsi: Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan DKI Jakarta. Bukan berarti bahwa provinsi lain tidak berisiko dengan penularan Covid-19, tetapi kewaspadaan terhadap potensi transmisi ini tetap perlu ditingkatkan mengingat bahwa penularan virus ini telah merata ke seluruh Indonesia. Sampai saat ini para ahli belum dapat memprediksi kapan pandemi yang berasal dari Kota Wuhan di Cina ini berakhir. Bahkan masih banyak negara di Dunia yang sedang berjuang mengatasi wabah ini. Para ahli dari berbagai negara, baik lembaga pemerintah maupun swasta, saling berlomba menemukan vaksin dan obat virus tersebut. Wabah ini telah membuat Dunia menjadi setengah lumpuh, resesi ekonomi global pun menghantui.


Namun demikian, para peneliti dari Arizona State University mengungkapkan penemuan baru mengenai virus yang menyerang pernafasan manusia ini. Covid-19 telah mengalami mutasi dan semakin melemah untuk mewabah di lingkungan dan menular ke manusia. Penemuan ini tidak jauh berbeda dengan wabah virus SARS atau Flu Burung pada tahun 2003 silam yang juga berakhir dengan sendirinya. Semoga ini menjadi tanda-tanda wabah Covid-19 akan segera berakhir.


(Dari berbagai sumber, gambar:  https://www.liputan6.com/news/read/4294189/5-hal-terkait-perpanjangan-masa-psbb-transisi-jakarta)