Kemampuan Beradaptasi Menghadapi Fase New Normal

08/07/2020 Views : 739

Ni Ketut Agusintadewi

Intelligence is the ability to adapt to change

(Stephen Hawking)

 

Intelligence Quotienst (IQ) atau kecerdasan kognitif yang berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk bernalar, memecahkan masalah yang melibatkan logika, berpikir dan mengeluarkan gagasan, dan merencanakan sesuatu. Francis Galton merumuskan konsep IQ yang diakui selama puluhan tahun sebagai satu-satunya alat ukur kecerdasan manusia. Benarkah kesuksesan seseorang ditentukan oleh kecerdasan intelektual (IQ)? Pada kenyataannya IQ yang tinggi tidak menjamin seseorang sukses jika tidak dibarengi oleh EQ dan SQ.


Keith Beasley menemukan kecerdasan emosional atau EQ (Emotional Quotient) pada tahun 1987. Jenis kecerdasan ini tak kalah pentingnya dalam pencapaian  kesuksesan seseorang. Daniel Goleman kemudian mempopulerkannya melalui buku "Emotional Intelligence - Why it can matter more than IQ" pada tahun 1995. EQ merupakan kecerdasan emosional yang bertalian erat dengan kapasitas seseorang dalam mengontrol emosi sendiri, memahami perasaan orang lain, saling membantu, bertanggung jawab dengan kata-katanya sendiri, mematuhi aturan, dan luwes dalam bergaul. EQ bisa ditingkatkan dengan terus berlatih dengan motivasi dan usaha yang benar. Untuk apa sih EQ? EQ diperlukan untuk meningkatkan hubungan sosial yang baik, menghadapi permasalahan dengan tenang, merespon hal-hal di luar kendali kita dengan bijak, dan mengendalikan emosi atau kemarahan.

 

Kemudian kecerdasan jiwa atau SQ (Spiritual Quotient) menjadi pijakan baru yang diperlukan untuk mengefektifkan IQ dan EQ untuk mencapai keberhasilan hidup seseorang. Tahun 1997, Danah Zohar mengajukan SQ berupa kecerdasan dalam bertindak adil, berintegritas, mengasihi sesama manusia, menghargai perbedaan, rendah hati, sikap ramah, dan sebagainya. Beberapa ahli psikologi lain juga mengkaitkan SQ dengan kemampuan seseorang untuk memahami dan memaknai hal-hal yang terjadi dalam kehidupannya. Singkatnya, SQ menjadi pengarah bagi  IQ dan EQ. Menurut Goleman, kecerdasan emosional (EQ) memiliki kontribusi sebesar 85% dari kesuksesan seseorang dalam kehidupannya, sehingga EQ memainkan peran yang sangat penting dibandingkan IQ, sedangkan SQ memfungsikan IQ dan EQ ke arah kebijaksanaan dan pemaknaan kehidupan yang lebih dalam. Seseorang yang memiliki SQ tinggi lebih mampu memaknai kehidupan dan menjadi lebih bijaksana.

 

Saat peradaban manusia semakin modern, IQ, EQ, dan SQ tidak lagi menjadi satu-satunya ukuran kesuksesan seseorang. Kemampuan beradaptasi atau Adaptability Quotients (AQ) menjadi penting dan diperlukan oleh individu untuk bertahan dan beradaptasi dalam perubahan kehidupan yang serba tidak pasti. Lalu, apa itu AQ dan mengapa hal ini penting? AQ menyangkut kemampuan untuk menyortir informasi yang relevan, kemampuan bertahan dalam tekanan hidup yang sulit, dan mampu  bangkit dari kegagalan, sehingga orang yang memiliki AQ yang tinggi memiliki karakter fleksibel, rasa ingin tahu yang tinggi, berani dan tangguh, serta tahan banting dalam menyelesaikan masalah




Sampai saat ini kita dihadapkan pada kenyataan pandemi yang belum dapat diperkirakan kapan akan berakhir, dan dilanjutkan dengan menghadapi fase The New Normal. Pada fase ini terjadi perubahan perilaku masyarakat dalam berkegiatan dengan menerapkan protokol kesehatan guna memutus penyebaran Covid-19. Perubahan ini dimulai dari industri keuangan dan perbankan, mulai dari bagaimana masyarakat bertransaksi, membeli barang, serta pengelolaan keuangan, dan menetapkan skala prioritas. Kondisi ini menghadapkan dan menuntut masyarakat pada pilihan untuk beradaptasi dalam mempertahankan produktivitas dan keberlangsungan kehidupan.


Masa Normal Baru ini menuntut kemampuan masyarakat untuk beradaptasi, terutama dalam memanfaatkan teknologi digital, sehingga menjadi katalisator menuju industri 4.0. Resiliensi atau ketahanan dalam masa-masa sulit dan kemampuan beradaptasi setiap individu menjadi sangat dibutuhkan untuk menghadapi pandemi dan Normal Baru. Suatu kondisi yang benar-benar di luar prediksi, tidak terencana, dan membuat masyarakat berada dalam ketidakpastian. Secara ideal, setiap individu dituntut memiliki ketahanan dengan karakter tangguh, luwes, dan kuat menghadapi masa-masa tidak pasti.

 

Selain itu, agilitas atau kelincahan gerak juga dibutuhkan ketika mempersiapkan diri memasuki Fase Normal Baru. Jika resiliensi lebih kepada kepribadian, maka agilitas harus disertai dengan kecerdasan. Artinya, tidak hanya kemampuan menyelesaikan masalah sendiri, tetapi juga membantu orang lain. Untuk membuat individu mampu beradaptasi, tidak hanya dibutuhkan kecerdasan kognitif (IQ), tetapi juga kemampuan memimpin dan mengelola diri sendiri. Egoisme pada saat seperti ini tidak akan bisa membuat kondisi menjadi lebih maju. Dukungan antara satu dengan lainnya sangat dibutuhkan di tengah pandemi ini, sehingga kepekaan sosial memainkan peran yang sangat signifikan. Sesungguhnya masyarakat Indonesia telah memiliki karakter gotong royong yang menjadi modal awal. Empati dan keramahan perlu dihidupkan kembali, sehingga individu tidak hanya tangguh dan lincah dalam beradaptasi pada tatanan kehidupan baru, tetapi juga membantu orang lain dalam memutus penularan Covid-19.



(dari berbagai sumber, gambar: https://padek.jawapos.com/opini/05/06/2020/beradaptasi-dengan-new-normal/