Kemampuan Beradaptasi Menghadapi Fase New Normal
08/07/2020 Views : 730
Ni Ketut Agusintadewi
Intelligence
is the ability to adapt to change
(Stephen
Hawking)
Intelligence Quotienst (IQ) atau kecerdasan kognitif
yang berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk bernalar, memecahkan masalah
yang melibatkan logika, berpikir dan mengeluarkan gagasan, dan merencanakan
sesuatu. Francis Galton merumuskan konsep IQ yang diakui selama puluhan tahun
sebagai satu-satunya alat ukur kecerdasan manusia. Benarkah kesuksesan
seseorang ditentukan oleh kecerdasan intelektual (IQ)? Pada kenyataannya IQ
yang tinggi tidak menjamin seseorang sukses jika tidak dibarengi oleh EQ dan
SQ.
Keith Beasley menemukan kecerdasan emosional atau EQ (Emotional Quotient)
pada tahun 1987. Jenis kecerdasan ini tak kalah pentingnya dalam
pencapaian kesuksesan seseorang. Daniel
Goleman kemudian mempopulerkannya melalui buku "Emotional Intelligence
- Why it can matter more than IQ" pada tahun 1995. EQ merupakan
kecerdasan emosional yang bertalian erat dengan kapasitas seseorang dalam mengontrol
emosi sendiri, memahami perasaan orang lain, saling membantu, bertanggung jawab
dengan kata-katanya sendiri, mematuhi aturan, dan luwes dalam bergaul. EQ bisa
ditingkatkan dengan terus berlatih dengan motivasi dan usaha yang benar. Untuk
apa sih EQ? EQ diperlukan untuk meningkatkan hubungan sosial yang baik,
menghadapi permasalahan dengan tenang, merespon hal-hal di luar kendali kita
dengan bijak, dan mengendalikan emosi atau kemarahan.
Kemudian kecerdasan jiwa atau SQ (Spiritual
Quotient) menjadi pijakan baru yang diperlukan untuk mengefektifkan IQ dan
EQ untuk mencapai keberhasilan hidup seseorang. Tahun 1997, Danah Zohar mengajukan
SQ berupa kecerdasan dalam bertindak adil, berintegritas, mengasihi sesama manusia,
menghargai perbedaan, rendah hati, sikap ramah, dan sebagainya. Beberapa ahli
psikologi lain juga mengkaitkan SQ dengan kemampuan seseorang untuk memahami
dan memaknai hal-hal yang terjadi dalam kehidupannya. Singkatnya, SQ menjadi
pengarah bagi IQ dan EQ. Menurut
Goleman, kecerdasan emosional (EQ) memiliki kontribusi sebesar 85% dari
kesuksesan seseorang dalam kehidupannya, sehingga EQ memainkan peran yang sangat
penting dibandingkan IQ, sedangkan SQ memfungsikan IQ dan EQ ke arah
kebijaksanaan dan pemaknaan kehidupan yang lebih dalam. Seseorang yang memiliki
SQ tinggi lebih mampu memaknai kehidupan dan menjadi lebih bijaksana.
Saat peradaban manusia semakin modern, IQ, EQ, dan SQ
tidak lagi menjadi satu-satunya ukuran kesuksesan seseorang. Kemampuan
beradaptasi atau Adaptability Quotients (AQ) menjadi penting dan
diperlukan oleh individu untuk bertahan dan beradaptasi dalam perubahan kehidupan
yang serba tidak pasti. Lalu, apa itu AQ dan mengapa hal ini penting? AQ menyangkut
kemampuan untuk menyortir informasi yang relevan, kemampuan bertahan dalam
tekanan hidup yang sulit, dan mampu
bangkit dari kegagalan, sehingga orang yang memiliki AQ yang tinggi memiliki
karakter fleksibel, rasa ingin tahu yang tinggi, berani dan tangguh, serta
tahan banting dalam menyelesaikan masalah
Sampai saat ini kita dihadapkan pada kenyataan pandemi yang belum dapat diperkirakan kapan akan berakhir, dan dilanjutkan dengan menghadapi fase The New Normal. Pada fase ini terjadi perubahan perilaku masyarakat dalam berkegiatan dengan menerapkan protokol kesehatan guna memutus penyebaran Covid-19. Perubahan ini dimulai dari industri keuangan dan perbankan, mulai dari bagaimana masyarakat bertransaksi, membeli barang, serta pengelolaan keuangan, dan menetapkan skala prioritas. Kondisi ini menghadapkan dan menuntut masyarakat pada pilihan untuk beradaptasi dalam mempertahankan produktivitas dan keberlangsungan kehidupan.
Masa Normal Baru ini menuntut kemampuan masyarakat untuk
beradaptasi, terutama dalam memanfaatkan teknologi digital, sehingga menjadi katalisator
menuju industri 4.0. Resiliensi atau ketahanan dalam masa-masa sulit dan kemampuan
beradaptasi setiap individu menjadi sangat dibutuhkan untuk menghadapi pandemi dan
Normal Baru. Suatu kondisi yang benar-benar di luar prediksi, tidak terencana,
dan membuat masyarakat berada dalam ketidakpastian. Secara ideal, setiap
individu dituntut memiliki ketahanan dengan karakter tangguh, luwes, dan kuat menghadapi
masa-masa tidak pasti.
Selain itu, agilitas atau kelincahan gerak juga
dibutuhkan ketika mempersiapkan diri memasuki Fase Normal Baru. Jika resiliensi
lebih kepada kepribadian, maka agilitas harus disertai dengan kecerdasan. Artinya,
tidak hanya kemampuan menyelesaikan masalah sendiri, tetapi juga membantu orang
lain. Untuk membuat individu mampu beradaptasi, tidak hanya dibutuhkan
kecerdasan kognitif (IQ), tetapi juga kemampuan memimpin dan mengelola diri
sendiri. Egoisme pada saat seperti ini tidak akan bisa membuat kondisi menjadi
lebih maju. Dukungan antara satu dengan lainnya sangat dibutuhkan di tengah pandemi
ini, sehingga kepekaan sosial memainkan peran yang sangat signifikan.
Sesungguhnya masyarakat Indonesia telah memiliki karakter gotong royong yang
menjadi modal awal. Empati dan keramahan perlu dihidupkan kembali, sehingga
individu tidak hanya tangguh dan lincah dalam beradaptasi pada tatanan
kehidupan baru, tetapi juga membantu orang lain dalam memutus penularan
Covid-19.
(dari berbagai sumber, gambar: https://padek.jawapos.com/opini/05/06/2020/beradaptasi-dengan-new-normal/