Mengenal Lebih Dekat Rabies
04/08/2023 Views : 651
Ni Luh Sri Apsari
Belakangan ini muncul berita tentang kematian akibat infeksi virus rabies di beberapa daerah di Bali. Dua diantaranya adalah anak-anak, dengan riwayat digigit anjing. Hal ini tentu saja perlu mendapatkan perhatian lebih terutama dari segi pencegahan dan perawatan pasca digigit anjing. informasi harus disebarluaskan kepada masyarakat untuk mencegah terjadinya kematian akibat rabies.
Rabies adalah suatu ensefalitis yang disebabkan oleh virus Ribonucleic acid (RNA) yang tergolong dalam famili Rhabdoviridae yang perburukan klinisnya cepat dan berakhir dengan kematian. Rabies merupakan penyakit zoonosis yang ditularkan dari hewan ke manusia melalui gigitan hewan penular rabies (HPR) terutama anjing, kucing, dan kera.
Virus rabies merupakan virus neurotropik dengan penyebarannya melalui sistem saraf dan menimbulkan infeksi akut yang fatal. Penularan rabies paling sering akibat binatang sakit yang mengandung virus rabies kemudian menularkan virus melalui gigitan atau cakaran pada sel-sel otot di sekitar lokasi gigitan sehingga terjadi peningkatan jumlah virus. Virus memasuki saraf tepi melalui sambungan saraf-otot (neuromuscular junction) dengan berikatan pada reseptor asetilkolin nikotinik. Ikatan ini menyebabkan konsentrasi virus tinggi di daerah pascasinaps sehingga memudahkan virus masuk ke saraf tepi. Kemudian virus menyebar ke susunan saraf pusat (SSP) secara sentripetal melalui akson-akson saraf dengan cara retrograde fast axonal transport dengan kecepatan 50-100 mm/hari.
Apabila virus rabies telah mencapai SSP akan terjadi penyebaran virus yang sangat cepat sesuai dengan jalur neuroanatomi secara anterograde fast axonal transport dengan kecepatan 100-400 mm/hari. Virus kemudian memperbanyak diri secara masif pada membran sel saraf. Virus rabies memiliki daerah predileksi pada sel-sel sistem limbik, hipotalamus, dan batang otak. Tanda patognomonik infeksi virus rabies adalah negri bodies yang terutama ditemukan pada sel purkinje serebelum. Selain itu, negri bodies juga ditemukan pada sel piramidal hipokampus (Ammon's horn), ganglia basal, dan nucleus nervus-nervus kranialis.
Penyebaran virus dari SSP ke perifer terjadi secara sentrifugal melalui serabut saraf eferen, baik saraf volunteer maupun saraf otonom, menuju ke kelenjar ludah, ganglion retina, epitel kornea, dan folikel rambut. Penyebaran virus juga melibatkan organ ekstraneural seperti kelenjar adrenal, ganglia kardiak, dan pleksus pada saluran cerna, hati dan pankreas.
Perjalanan klinis rabies pada manusia terdiri dari 5 stadium yaitu masa inkubasi, Fase prodromal, fase neurologi akut, koma, dan kematian.
1. Masa Inkubasi
Periode inkubasi rabies bervariasi dari beberapa hari sampai beberapa tahun, namun 60% kasus terjadi pada 1-3 bulan. Masa inkubasi yang bervariasi ini berhubungan dengan waktu yang diperlukan virus bereplikasi pada jaringan otot kemudian berjalan menuju sel saraf. Beberapa faktor yang mempengaruhi masa inkubasi antara lain: tingkat keparahan luka, lokasi luka yang berkaitan dengan kepadatan jaringan saraf pada lokasi luka dan jarak luka ke SSP, jumlah dan strain virus yang masuk, dan status imunitas penderita. Luka gigitan yang berat, multipel, dan di daerah wajah berhubungan dengan masa inkubasi yang lebih pendek
2. Fase Prodromal
Gejala rabies dimulai bila virus sudah masuk ke SSP. Biasanya saat berada di ganglion spinalis. Gejala awal sering kali tidak spesifik seperti gejala infuenza dengan nyeri kepala, panas, mual-muntah, nyeri perut, diare, cepat marah, dan insomnia yang berlangsung sekitar 2- 10 hari. Gejala prodromal yang spesifik pada 30-70% pasien rabies adalah kesemutan, gatal, nyeri, dan panas seperti terbakar pada tempat gigitan padahal lukanya mungkin telah sembuh.
3. Fase Neurologi Akut
Rabies dapat dibagi menjadi dua tipe berdasarkan gejala klinis yaitu tipe galak/ ensefalitik dan paralitik.
a. Rabies Tipe Galak/Ensefalitik
Tipe yang paling sering dijumpal sekitar (80% kasus) Pasien terlihat gelisah, marah-marah dan agresif yang kemudian diikuti oleh periode tenang. Tingkat kesadaran yang berfluktuasi antara keadaan agitasi dan tenang (periode intermiten) berlangsung sekitar 1-5 menit dengan fase tenang yang semakin pendek. Pasien semakin peka terhadap berbagai stimuli seperti tiupan angin dan suara sehingga menimbulkan hidrofobia, aerofobia dan fotofobia.
b. Rabies Tipe Paralitik
Tipe paralitik terjadi pada 20% kasus rabies dengan gejala yang menonjol yaitu paralisis flaksid yang timbul sejak awal gejala. Pasien sering didiagnosis dengan penyakit lain seperti GBS (Guillain-Barré Syndrome) terutama bila tidak ditemukan riwayat gigitan anjing. Kelemahan sering dimulai dari lokasi gigitan kemudian menyebar pada ekstremitas lainnya. Gejala lain yang dijumpai adalah fasikulasi pada otot, nyeri, dan gangguan sensoris. Fase lanjut dapat menimbulkan spasme, hidrofobia, kelemahan otot bulbar dan pernafasan sebagai penyebab kematian.
4. Koma dan Kematian
Rabies merupakan penyakit fatal yang selalu diikuti dengan kematian. Kematian sering terjadi mendadak akibat disfungsi pusat nafas di batang otak, paralisis otot pernafasan, atau aritmia jantung yang menimbulkan kegagalan sistem kardiorespirasi.
Beberapa langkah-langkah pencegahan rabies yang
dapat dilakukan diantarnya sebelum tergigit, upayakan vaksinasi rabies
terhadap seluruh binatang peliharaan seperti anjing, kucing dan kera
serta menjaga hewan peliharaan agar tidak kontak dengan hewan liar.
Berusaha untuk tidak kontak dengan hewan yang berpotensi menyebarkan
virus rabies. Apabila tidak sengaja tergores atau tergigit, segera cuci
luka dengan air mengalir dan sabun selama 15 menit, dan berikan antiseptik. selanjutnya segera bawa
ke Rumah Sakit untuk mendapatkan Vaksin Anti Rabies (VAR) atau Serum
Anti Rabies (SAR). Penanganan luka yang efektif dapat mengurangi risiko
timbulnya gejala dan kematian akibat virus rabies.
Sumber:
- Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Buku Saku Rabies Petunjuk Teknis Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan Penular Rabies di Indonesia
- Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2020. Buku Petunjuk Teknis Rabies Center
- Kelompok Studi Neuroinfeksi Perhimpunan Dokter Saraf Seluruh Indonesia. 2019. Modul Neuroinfeksi