all about hipertension

30/06/2020 Views : 298

Ni Putu Ayu Dewi Wijayanti

Hipertensi atau lebih dikenal dengan sebutan tekanan darah tinggi di masyarakat, didefinisikan oleh pedoman hipertensi American College of Cardiology (ACC) yaitu suatu kondisi dimana tekanan darah sistolik ≥130mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥80mmHg. Angka ini didapatkan pada seseorang yang rileks dengan pengukuran sfigmomanometer sebanyak tiga kali pengukuran di waktu yang sama. Angka kejadian hipertensi pada penduduk Indonesia tidak dapat dibedakan berdasarkan jenis kelamin. Menurut Departemen Kesehatan tahun 2006,  penderita hipertensi laki-laki dan perempuan dengan golongan usia 55-64 tahun memiliki persentase yang sama besar. Namun pada golongan umur 65 tahun keatas, persentase hipertensi pada perempuan lebih besar dibandingkan dengan laki-laki. Pada data yang dihimpun oleh Riskesdas tahun 2018, penderita hipertensi yang berusia diatas 18 tahun keatas mencapai 34,1%. Berdasarkan etiologinya, hipertensi dapat dibagi menjadi hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Pada hipertensi primer tekanan darah meningkat disebabkan mutasi genetik. Sedangkan, pada hipertensi sekunder peningkatan tekanan darah diakibatkan oleh suatu penyakit sistemik ataupun penggunaan obat tertentu.
Hipertensi merupakan suatu kondisi kronis, sehingga memerlukan intervensi jangka panjang serta kedisiplinan penderita untuk menjalani pengobatan. Pada hipertensi primer, tekanan darah tinggi tidak dapat disembuhkan melainkan dapat dikontrol dengan pemberian obat-obatan yang diimbangi dengan pola hidup sehat. Sedangkan pada hipertensi sekunder harus dilakukan penanganan pada penyakit komorbid sehingga dapat menormalkan fungsi fisiologis tubuh. Maka dari itu, dapat dilakukan intervensi berupa farmakologi dan non farmakologi.
    Intervensi Farmakologi
Pada intervensi farmakologi obat antihipertensi diberikan mulai dari dosis minimum lalu dititrasi hingga dosis maksimum. Perlu diketahui indikasi dan kontraindikasi dalam pemberian obat antihipertensi. Sehingga dapat mencapai tekanan darah fisiologis penderita. Adapun pilihan obat antihipertensi yaitu, golongan β-blocker, calcium channel blocker, angiotensin II receptor blocker, angiotensin-converting enzyme inhibitor serta golongan diuretik.
    Intervensi Non farmakologi
Intervensi farmakologis juga harus diimbangi dengan pola hidup sehat. Hal ini dapat menjadi salah satu intervensi non farmakologis yang dapat dilakukan oleh penderita. Salah satu contoh pola hidup sehat yaitu, memenuhi kebutuhan gizi, berolahraga teratur serta menjauhi faktor pencetus seperti makanan mengandung garam. Selain itu, dukungan keluarga juga sangat dibutuhkan oleh penderita dalam menjalani pengobatan jangka panjang tersebut.