THE USE OF BALI REJECTIONS IN COMMUNICATION BY THE BALI ETHNIC COMMUNITY DENPASAR AND BADUNG

15/09/2017 Views : 436

NI WAYAN ARNATI

PENGGUNAAN BENTUK-BENTUK PENOLAKAN BAHASA BALI

DALAM BERKOMUNIKASI OLEH MASYARAKAT ETNIS BALI

DENPASAR DAN BADUNG

 

THE USE OF BALI REJECTIONS
IN COMMUNICATION BY THE BALI ETHNIC COMMUNITY
DENPASAR AND BADUNG

 

Oleh:

Ni Wayan Arnati, I Wayan Cika,

I Wayan Teguh, dan Ni Putu Widarsini

 

Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Ilu Budaya Universitas Udayana

wynarnati@gmail.com

 

ABSTRAK

Penggunaan bentuk-bentuk penolakan bahasa Bali sebagai kebiasaan dalam berkomunikasi atau mengemukakan pendapat, perasaan, dan sejenisnya sesuai dengan tata cara pergaulan dalam masyarakat mengandung norma dan nilai.  Norma dan nilai yang dianut dalam budaya berbahasa (bahasa Bali) dan pergaulan tentang sesuatu yang sama-sama diketahui oleh lawan tutur dipertimbangkan sama untuk menghasilkan ujaran-ujaran yang tepat.

Bahasa Bali memiliki fungsi dan kedudukan penting, baik dalam keluarga maupun di luar keluarga (masyarakat).  Di sisi lain, bahasa Bali sebagai bahasa daerah Bali dibina oleh masyarakat Bali seyogianya dihargai dan dilindungi oleh pemerintah sesuai dengan kebijakan pemerintah RI yang tercantum dalam UUD 1945.  Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bentuk-bentuk penolakan bahasa Bali oleh masyarakat etnis Bali Denpasar dan Badung dalam ranah keluarga, topik modern dan tradisional.  Perolehan data dengan metode observasi langsung dan terstruktur dengan teknik catat.  Kajian data secara deskripsi dengan pola pikir induktif.  Penyajian hasil analisis menggunakan metode informal dan formal dengan teknik statistik.  Penelitian ini juga mengkaji hal-hal yang menyebabkan terjadinya penolakan.

Teori yang digunakan adalah teori sosiolinguistik dan hasil yang ditemukan adalah sembilan bentuk penolakan.  Kesembilan jenis penolakan tersebut ditemukan dengan kata: (1) kata tidak, (2) memberikan syarat, (3) memberkan alasan, (4) menggunakan usul, (5) mengucapkan terima kasih, (6) memberikan komentar, (7) bertanya, (8) ragam rendah, dan (9) bahasa nonverbal. Selain itu, ditemukan kekerapan pemakaian bahasa Bali dalam ranah kelurga dalam topik modern dan tradisional, serta faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pemilihan bentuk-bentuk penolakan, seperti faktor usia, jenis kelamin, keakraban, pendidikan, dan lingkungan.

 

Kata kunci:  bentuk-bentuk penolkan, bahasa Bali.

 

 

ABSTRACT

The use of Balinese forms of denial as a habit of communicating or expressing opinions, perceptions, and the like in is accordance with the ordinance of leaving in society contains norms and values. Norms and values which is embraced in the language culture (Balinese language) and the association of something which are equally known by the spokesman to be considered equally to produce proper speeches.

The Balinese language has an important function and position, like the one in a family domain or outside family (community) domain. On the other hand, the Balinese language as a regional language in Bali built by Balinese people should be respected and protected by the government in accordance with the Indonesian government policy stated in the 1945 Constitution which is examined in this study are forms of Balinese rejection by The Bali ethnic community of Denpasar and Badung in the family realm, the modern topic and traditional. Obtaining data with direct and structured observation method with Technique record. Study was done descriptively with inductive reasoning. Presentation of results analysis used informal and formal methods with statistical techniques. This research also examined the causes of rejection.

The theory used was sociolinguistic theory and the results found were nine forms of rejection. The nine types of rejection are: (1) the word no, (2) giving a signal, (3) giving a reason, (4) using a proposal, (5) thanking, (6) commenting, (7) asking, (8) low variety, and (9) nonverbal languages. In addition, it was found that the frequency of use of Balinese language in the realm of the family in modern and traditional topics, and what causes them to happen. Selection of forms of rejection, such as the factor of age, gender, familiarity, education, and the environment.

 

Keywords: forms of rejection, Balinese.

 

 

1.   PENDAHULUAN

 

Masyarakat etnis Bali (masyarakat etnis Denpasar dan Badung) mayoritas beragama Hindu dan yang minoritas beragama Islam, Kristen, dan Budha. Budaya masyarakat etnis Bali (masyarakat etnis Denpasar dan Badung) memiliki ciri khas (unik) yang tidak dimiliki etnis di luar daerah Bali dan bangsa lain. Masyarakat etnis Bali (Denpasar dan Badung) merupakan satu kelompok masyarakat yang terkait oleh kesadaran budaya daerah (lokal), budaya nasional, dan budaya internasional (asing). Dalam mengaplikasikan budaya daerah tersebut, masyarakat etnis Bali (etnis Denpasar dan Badung) menggunakan bahasa Bali.

Bahasa Bali mempunyai peranan dan fungsi penting dalam keluarga dan masyarakat Bali sebagai alat komunikasi dan wahana pengungkap kebudayaan. Di sisi lain, bahasa Bali mempunyai tingkatan berbahasa (“unda usuk bahasa”) seperti bahasa Bali alus, bahasa Bali madya, dan bahasa Bali kasar yang digunakan dalam berkomunikasi yang selalu disesuaikan dengan situasi, kondisi, dan toleransi antara penutur dengan lawan tutur. Peranan bahasa Bali sebagai bahasa ibu karena dipakai sebagai media komunikasi I oleh para orangtua etnis Bali kepada anak-anaknya dalam keluarga dan salah satu fungsi penting etnis Bali bahasa Bali tercermin dalam penggunaan bentuk-bentuk penolakan dalam berkomunikasi dalam masyarakat. Bahasa Bali sebagai bahasa daerah Bali yang masih dipakai dan dibina oleh masyarakat Bali harus dihargai dan dilindungi oleh negara sesuai dengan kebijakan pemerintah Republik Indonesia yang tercantum dalam UUD 1945 (Halim, 1980:10).

Di daerah kota Denpasar dan kabupaten Badung, masyarakat etnis Bali melakukan berbagai aktivitas dalam kehidupan di berbagai bidang sehingga terjadi hubungan komunikasi dalam masyarakat. Dalam berkomunikasi, penutur dengan lawan tutur menawarkan sesuatu atau menganjurkan sesuatu dan mengajak lawan tutur sering terjadi penolakan. Bentuk bahasa penolakan dipakai masyarakat (etnis Bali) sebagai kebiasaan dalam mengemukakan pendapat dan perasaan yang mengandung norma dan nilai.  Norma dan nilai yang dianut dalam budaya berkomunikasi dipertimbankan sama untuk menghasilakan ujaran-ujaran yang tepat agar komunikasi efektif dan komunikatif. Jika terjadi keberagaman bentuk (pola) penolakan dalam pemakaian bahasa Bali dalam berkomunikasi hal apa yang menyebabkan.

Bahasa Bali sebagai bahasa masyarakat etnis Bali memiliki peranan dan fungsi penting yang tercermin dalam pemakaian bentuk-bentuk bahasa yang mempunyai hubungan erat dengan pola-pola budaya berbahasa. Pola-pola berbahasa merupakan salah satu wujud tingkah laku atau perilaku sosial masyarakat. Berdasarkan pengertian ini, bahasa merupakan perangkat perilaku yang bersifat terbuka bagi anggota masyarakat dalam mewujudkan tingkah laku sosialnya.

Dalam penggunaannya itu, masyarakat Bali menggunakan salah satu dari beberapa bentuk pemakaian bahasa Bali, seperti bentuk-bentuk penolakan. Bentuk bahasa penolakan sebagai kebiasaan dalam berkomunikasi atau mengemukakan pendapat, perasaan dan sejenisnya sesuai  tata cara pergaulan dalam masyarakat mengandung norma dan nilai. Norma dan nilai yang dianut dalam budaya berbahasa (Bali), pergaulan tentang sesuatu yang sama-sama diketahui oleh partisipan (lawan bicara) dipertimbangkan sama untuk menghasilkan ujaran-ujaran yang tepat.

            Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah dan  diuraikan seperti berikut.  (1) Bagaimanakah variasi bentuk-bentuk penolakan bahasa Bali dalam pemakaian sesuai dengan asal (wilayah) pembicaraan (penutur dan lawan tutur), khususnys etnis Bali Denpasar dan Badung.  (2) Bagaimanakah bentuk-bentuk penolakan bahasa Bali dalam pemakaiannya dalam masyarakat, terutama dalam ranah keluarga dalam topik modern dan tradisional oleh masyarakat etnis Bali Denpasar dan Badung.  (3) Kekerapan pemakaian bentuk-bentuk penolakan bahasa Bali etnis Bali asal Denpasar dan Badung.  (4) Apa yang menyebabkan terjadinya pemilihan dan pemakaian bentuk-bentuk penolakan bahasa Bali.  Sedangkan, tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) mendeskripsikan dan mengkaji data kebahasaan khususnya bentuk-bentuk penolakan bahasa Bali; (2) mengetahui sejauh mana penerapan norma berbahasa oleh masyarakat etnis Bali dalam berkomunikasi menggunakan bentuk-bentuk penolakan bahasa Bali;  (3) mengetahui faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya bentuk-bentuk penolakan yang beragam dalam pemakaian bahasa Bali;  (4)  hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai pedoman penelitian bentuk-bentuk penolakan bahasa daerah lain; dan (5)  dapat diaplikasikan sebagai bahan pengajaran bahasa khususnya dalam bidang sosiolinguistik.

Teori yang digunakan dalam kajian penelitian ini adalah teori penggunaan bahasa dan masyarakat (sosiolinguistik).  Teori sosiolinguistik yang diacu adalah pendapat Fshman (1972); Dell Hymes (1974) dan Bell (1979).  Pandangan bahasa yang terkait dengan studi pemakaian bahasa dalam hubungan sosial adalah sebagai data rangkuman pola-pola tingkah laku ditransformasikan secara budaya yang dimiliki bersama oleh sekelompok individu, yakni kode sebagai bagian dari “kebudayaan” (Bell, 1979): 14).  Sosiolinguistik menurut Fishman (1972) adalah ilmu yang meneliti dua aspek hubungan timbal balik antara Bahasa dengan perilaku organisasi sosial.  Menurut Hymes (1974) sosiolinguistik melibatkan berbagai macam faktor yang terdapat dalam masyarakat termasuk latar belakang budaya, keluarga, pendidikan seseorang, dan faktor lainnya seperti umur, jenis kelamin, latar, dan situasi.

Metode dan teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dan teknik pemerolehan data, metode dan teknik analisis data, serta metode dan teknik penyajian hasil  analisis data.  Masing-masing metode dan teknik diuraikan seperti berikut.   Metode pemerolehan data dipakai metode observasi langsung dan tidak langsung dengan menggunakan kuisioner.  Sedangkan, teknik pemerolehan data digunakan teknik catat dan rekam.  Metode analisis data digunakan metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif dan disertai teknik induktif.  Sedangkan, metode penyajian data digunakan metode formal dan informal dengan teknik statistika.

Populasi penelitian ini adalah keseluruhan pemakaian bentuk-bentuk penolakan bahasa Bali yang dipakai oleh masyarakat etnis Bali Denpasar dan Badung yang tinggal di wilayah Denpasar dan Badung.  Kota Denpasar memiliki empat Kecamatan yaitu Kecamatan Denpasar Barat, Denpasar Utara, Denpasar Timur, dan Denpasar Selatan.  Sedangkan, Kabupaten Badung memiliki Kecamatan Kuta (Kuta Utara, Kuta, dan Kuta Selatan), Mengwi, Petang, dan Abiansemal.  Sampel Penelitian ini adalah informan dan responden yang diambil untuk mewakili populasi, masing-masing berjumlah dua puluh orang sehingga jumlah seluruh dari kota Denpasar dan kabupaten Badung adalah empat puluh orang.  Pengambilan sampel secara acak menyebar pada semua Kecamatan yang ada di kota Denpasar dan kabupaten Badung.

 

 

2.   PEMBAHASAN

 

     Bab II membicarakan tentang bentuk-bentuk penolakan bahasa Bali dalam berkomunikasi oleh masyarakat etnis Bali. Pembahasan ini dipilah menjadi dua berdasarkan wilayah yaitu bentuk-bentuk penolakan bahasa Bali masyarakat etnis Bali Denpasar dan bentuk-bentuk penolakan bahasa Bali masyarakat etnis Bali asal Badung.

            Kajian bentuk penolakan bahasa Bali etnis Bali Denpasar berdasarkan penelitian ditemukan beberapa bentuk bahasa penolakan. Bentuk-bentuk bahasa penolakan tersebut disajikan dalam bentuk kalimat yang dilakukan oleh penutur etnis Bali dalam keluarga (rumah tangga) dan di luar keluarga (rumah tangga), seperti di bawah ini.

Penolakan bahasa Bali antarpenutur etnis Bali asal Denpasar dalam rumah  tangga dengan kata jangan, nanti, tidak, dalam bahasa Bali: de,, ah, nden, sing, ten (nyak, dados, wenten, uning), dan ampure.

1.  De sube ke rumah sakit opname jumah gen meubad.

     Jangan ke rumah sakit opnama di rumah saja berobat.”

2.  Ah, kangguang buah lokal gen beli.

     Jangan, biar buah lokal saja beli.”

3. Nden malu buin bulan mayah.

    “ Nanti dulu bulan depan bayar.”

4. Ah, pak sing demen nganggo atribut partai.

    “Ah, Pak tidak senang memakai atribut partai”.

5. Ten dados selang bu, tiang jagi nganggen ke sekolah malih jebos.

      Jangan/tidak boleh dipinjam bu, saya nanti akan pakai ke sekolah.”

6.  Ampure tiang ten presida nyarengin.

    “Maaf saya tidak bisa ikut”.

Penolakan dengan syarat (kondisional) dalam bahasa Bali: lamun, yen “kalau”, apin “walaupun

1.