FORESTRY PARTNERSHIP

25/06/2020 Views : 743

COKORDA DALEM DAHANA

KEMITRAAN KEHUTANAN

(Cokorda Dalem Dahana)

 

 

Menyangkut Indonesia, salah satu Kekayaan alam yang sangat potensial adalah sektor kehutanan. Ini dikarenakan letak geografis Indonesia yang dilintasi oleh garis khatulistiwa dan beriklim trofis sehingga hutan tumbuh sangat subur dan kaya akan ekosistem alami. Sektor kehutanan merupakan potensi yang luar biasa sebagai modal bagi pemerintah untuk mencapai tujuan kesejahteraan sosial yang berkeadilan.

Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan Bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya, maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis. Untuk itu hutan harus diurus dan dikelola, dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, baik generasi yang sekarang maupun yang akan datang. Pada hakekatnya hutan merupakan penyangga kehidupan seluruh mahluk hidup, memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan manusia serta berperan sebagai peyeimbang dan penyerasi lingkungan hidup.

Indonesia dikenal memiliki hutan daratan yang sangat luas, menurut data Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang dilansir selasa (3/4/2018) luas hutan mencapai 125.992.474 hektare. Jumlah luas hutan tersebut secara umum menyusut dibanding data KLHK pada tahun 2015 yang luasnya sekitar 128 juta Hektar. Penyusutan jumlah luas hutan  tersebut disinyalir karena adanya deforestasi yaitu adanya kebakaran hutan dan pembalakan liar.[1] Fenomena kehutanan berupa penyusutan secara kuantitas terjadi secara terus-menerus yang disebabkan karena salah satunya adalah pembalakan liar. Fenomena ini disebabkan karena masih  terbatasnya akses legal masyarakat terutama masyarakat sekitar hutan, untuk memanfaatkan hutan sebagai sumber penghidupan dan juga kesejahteraan. Akses legal masyarakat yang dimaksud adalah bagaimana masyarakat ikut  serta menjaga kelestarian hutan yang sekaligus juga dapat mengambil manfaat dari kehutanan untuk kesejahteraan.

Program percepatan pembangunan pada era pemerintahan Presiden Jokowi saat ini berimbas juga pada sektor kehutanan. Konteksnya adalah bagaimana agar hutan itu secara riil memberikan manfaat kepada masyarakat, dengan tetap terjaga kelestariannya sebagai ekosistem alami. Program pemerintah yang diluncurkan dalam persoalan ini adalah program perhutanan sosial. Perhutanan Sosial merupakan upaya pemberian akses legal kepada masyarakat berupa pengelolaan hutan. Kegiatan Perhutanan Sosial ini meliputi, Pengelolaan Hutan Desa, Izin Usaha Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Kemitraan Kehutanan,  Perlindungan Masyarakat Hukum Adat untuk Kesejahteraan Masyarakat dan Kelestaraian Sumber Daya Hutan. Akses kelola hutan dalam program Perhutanan Sosial ini direncanakan secara bertahap dan dilakukan di areal seluas 12,7 juta hektar pada kawasan hutan diseluruh Indonesia.

Program Perhutanan Sosial yang sedang dalam proses pelaksanaan salahsatunya adalah berupa Kemitraan Kehutanan yaitu pengelolaan hutan oleh kelompok masyarakat tertentu di sekitar kawasan hutan. Dalam Proses Pelaksanaan ini cukup banyak permasalahan yang dihadapi, yaitu persoalan pengaturan Kemitraan, persoalan perlindungan hukum terhadap hutan dan masyarakat, serta persoalan tata kelola dari hutan dalam konteks kemitraan kehutanan berbasis hutan lestari. Permasalahan tersebut sangat penting untuk dikaji lebih lanjut  tentang bagaimana pengaturan kemitraan kehutanan yang ideal dan bagaiman tata kelola dari kemitraan kehutanan yang berbasis hutan lestari.

Secara yuridis normatif, dalam Pasal 1 huruf b, Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan mengatur bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Kehutanan dalam Pasal 1 huruf a Undang-Undang No. 41 tahun 1999 diartikan sebagai sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Sedangkan kawasan hutan diatur dalam Pasal 1 huruf c Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 yaitu wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

Berdasarkan fungsi pokoknya hutan dikategorikan dalam 3 (tiga) ka tegori yaitu hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi. Hutan lindung merupakan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Hutan Konservasi merupakan kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, sedangkan  hutan produksi adalah hutan kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Berdasarkan fungsi hutan yang begitu penting terutama terhadap kepentingan kehidupan maka kemudian sangat wajar apabila usaha untuk mempertahankan fungsinya agar tetap lestari perlu terus dilakukan secara konsisten.

Hutan merupakan sumber daya alam. Definisi sumber daya alam didasarkan atas landasan konstitusional Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan: “bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Dengan demikian, hutan yang merupakan salah satu kekayaan alam dikuasai oleh negara. Dalam penjelasan umum Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan diatur, bahwa Penguasaan hutan oleh negara bukan merupakan pemilikan, tetapi negara memberi wewenang kepada pemerintah untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan; menetapkan kawasan hutan dan atau mengubah status kawasan hutan; mengatur dan menetapkan hubungan hukum antara orang dengan hutan atau kawasan hutan dan hasil hutan, serta mengatur perbuatan hukum mengenai kehutanan.

                                                               

Berdasarkan Hak menguasai oleh Negara atas hutan , maka hutan Di Indonesia digolongkan ke dalam hutan negara dan hutan hak[2]. Hutan Negara ialah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak-hak atas tanah menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Dasar Pokok-Pokok Agraria, termasuk di dalamnya hutan-hutan yang sebelumnya dikuasai masyarakat hukum adat yang disebut hutan ulayat, hutan marga, atau sebutan lainnya. Dimasukkannya hutan-hutan yang dikuasai oleh masyarakat hukum adat dalam pengertian hutan negara, adalah sebagai konsekuensi adanya hak menguasai dan mengurus oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat dalam prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, dapat melakukan kegiatan pengelolaan hutan dan pemungutan hasil hutan. Sedangkan hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang telah dibebani hak atas tanah menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, seperti hak milik, hak guna usaha dan hak pakai.

Indonesia dikenal dengan hutannya yang luas, berdasarkan hasil penafsiran citra satelit Landsat 8 OLI tahun 2016, total daratan Indonesia adalah sebesar 187,751,9 juta ha dan areal yang berhutan adalah seluas 95.271,9 juta ha, jd dapat dikatakan setengah luas daratan Indonesia adalah hutan.[3] Namun demikian setiap tahun Indonesia kehilangan 684.000 ha akibat pembalakan liar, kebakaran hutan, perambahan dan alih fungsi hutan. Indonesia menempati peringkat kedua dunia tertinggi kehilangan hutan setelah Brasil yang berada di urutan pertama.[4]  Fenomena  tentang hutan tersebut tentunya  menginstrusksi pemerintah untuk melakukan usaha-usaha dalam bagiannya masing-masing, mempertahankan hutan agar tetap  lestari dan terus mampu menopang kehidupan. Namun demikian tentunya pemerintah melibatkan masyarakat  dengan melimpahkan hak  berupa hak penguasaan tertentu atas hutan.

Masalah kehutanan demikian luas dan komplek, sebagai potensi yang luar biasa yaitu merupakan sumber kekayaan negara maka akan menjadi wajar apabila kemudian banyak menimbulkan persoalan, banyaknya interfensi dari kepentingan – kepentingan pemerintah termasuk juga masyarakat. Bagaimanapun juga pada hakekatnya hutan sebagai anugrah Tuhan untuk kepentingan hutan itu sendiri, manusia dan mahluk hidup lainnya sehingga dibutuhkan titik temu yang harmonis antara kepentingan – kepentingan maupun sub sistem – sub sistem agar hutan itu tetap pada jati diri sebagai hutan disatu sisi tapi disisi lain tetap dapat bermamfaat bagi manusia dan mahluk lainya saat ini dan di masa depan.

Program pemerintah dalam sektor kehutanan saat ini, sebagai wujud dari harmonisasi fungsi hutan antara pelestarian dan pemanfaatan untuk kesejahteraan adalah dengan diluncurkannya program Perhutan Sosial. Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan Negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakan hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraan, keseimbangan lingkungan dan dinamika social budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Rakyat, Hutan Adat dan Kemitraan Kehutanan.

Menyentuh persoalan kemitraan kehutanan karena program pemerintah tentang kemitraan kehutan ini merupakan program yang baru dalam lingkup program perhutanan sosial. Dengan demikian sangat penting penelitian ini untuk dilakukan untuk nantinya dapat memberikan rekomendasi terhadap hal-hal yang urgen sebagai masukan kepada pemerintah terkait pengaturan dan pengelolaan kemitraan kehutanan.

Untuk mengkondisikan sektor kehutanan dalam kondisi yang harmonis antara fungsi konservasi dan kemanfaatan tentunya yang berperan adalah pemerintah dengan instrument yuridisnya. Hal ini searah dengan konsep bahwa Indonesia adalah Negara hukum, sehingga semua kegiatan pemerintah haruslah berdasarkan aturan hukum yang berlaku. Menurut Aristoteles, konsep Negara hukum adalah Negara yang berdiri diatas hukum yang menjamin keadilan kepada warganegaranya[5]. Keadilan disini merupakan hal yang menentukan kebahagian untuk kehidupan warga Negara, sehingga menjadi tujuan yang harus dicapai secara bersama-sama.

Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis. Untuk itu hutan harus diurus dan dikelola, dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, baik generasi sekarang maupun yang akan datang. Dalam kedudukannya sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan, hutan telah memberikan manfaat yang besar bagi umat manusia, oleh karena itu harus dijaga kelestariannya.

pemamfaatan hutan  dilakukan dengan asas manfaat dan lestari secara ekologi, ekonomi, sosial, budaya dan keadilan. berdasarkan hal tersebut dalam konteks hutan, maka disampaikan bahwa dalam hutan sebagai sistem terdapat sub sistem – sub sistem didalamnya yaitu sub sistem budaya, sosial, politik, ekonomi. Sub sistem budaya merupakan sumber informasi misalnya  mengenai apa itu hutan, bagaimana keberadaan hutan . Sub sistem sosial berkaitan dengan bagaimana maanfaat hutan bagi  masyarakat. Sub sistem politik berkaitan dengan bagaimana perlakuan penguasa terhadap hutan, ini merupakan awal suatu regulasi ataupun kebijakan mengenai hutan. Sub sistem ekonomi berperan sebagai energi dan penggerak sub sistem – sub sistem lainnya. Sub sistem – sub sistem ini saling tarik menarik dan saling mempengaruhi antara satu dengan lainnya. Apabila konteks hutan eksistensinya adalah untuk kesejahteraan manusia dan pemamfaatanya harus memperhatikan kelestarianya maka antar sub sistem – sub sistem hutan tersebut harus sinergis dan harmonis. Bagaimana kemudian mensinergikan dan mengharmonisasi maka hukum yang akan berperan. Fungsi hukum untuk mengatur, menjaga, mengendalikan, membatasi,melindung, mempertahankan eksistensi. Fungsi Hukumlah yang berperan untuk menemukan titik konvergensi terhadap sistem hukum diantara sub sistem – sub sistem tersebut, sehingga bisa tercipta peraturan-peraturan yang berkeadilan.

Menyentuh persoalan kemitraan kehutanan karena program pemerintah tentang kemitraan kehutan ini merupakan program yang baru dalam lingkup program perhutanan social Dalam pengelolaan hutan dengan cara Kemitraan Kehutanan ini terdapat beberapa kendala  yaitu kekaburan norma yang mengatur  Kemitraan Kehutanan. Kemitraan Kehutanan dilaksanakan berdasarkan naskah kerjasama atau perjanjian antara pemerintah dan masyarakat pengelola hutan. Bagaimana bentuk dan isi perjanjian atau naskah kerjasama Kemitraan Kehutanan diatur secara normatif dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 Tentang Perhutanan Sosial. Dalam peraturan tersebut tidak jelas diatur mengenai perlindungan hukum dari para pihak dalam perjanjian dan perlindungan hukum dari hutan itu sendiri serta tidak jelas juga bagaimana strategi mengharmonisasi sub sistem-sub sistem yang ada pada  hutan. Kemudian tidak juga tersedia pola yang baku dalam hal pola pengelolaan hutan dalam konteks kelembagaan, prosedur, dan penegakan hukum. Berdasarkan kondisi tersebut menjadi sangat urgen dilakukan kajian lebih lanjut mengenai pola Kemitraan Kehutanan yaitu mengkaji dan menganalisa pengaturan Kemitraan Kehutanan dalam aspek perlindungan hukum serta mengkaji dan menganalisa bagaimana pola yang ideal dalam pengelolaan hutan dengan kemitraan kehutanan yang berbasis hutan lestari . Kajian terhadap Kemitraan Kehutanan nantinya diharapkan akan menghasilkan rekomendasi-rekomendasi yang akan diberikan kepada pemerintah tentang pengaturan kemitraan kehutanan yang bersifat menyeluruh, yang mengandung kepastian hukum, kemamfaatan dan tentunya keadilan bagi semua pihak. Selain itu dari hasil kajian juga akan dihasilkan rekomendasi mengenai pola pengelolaan yang ideal dalam kemitraan kehutanan sehingga tercipta kelembagaan, prosedur dan penegakan hukum yang jelas dan tuntas, sehingga hutan dapat memberikan kesejahteraan secara langsung namun tetap bisa lestari.