Journal article

Esensi Budaya dalam Pengaturan Batas Ketinggian Bangunan Bali

GUSTI AYU MADE SUARTIKA

Volume : 25 Nomor : 2 Published : 2010, September

Mudra, Jurnal Seni dan Budaya

Abstrak

Tulisan ini mendiskusikan nilai dan wujud budaya, dengan memakai batas ketinggian bangunan 15 m di Bali sebagai media pembahasan. Perwujudannya merupakan bagian dari hasil penelitian fundamental, yang didanai oleh Departemen Pendidikan Indonesia. Studi yang dimaksud dikontekstualisasikan oleh terjadinya perdebatan berkelanjutan terkait Peraturan Daerah Nomor 3 (2005) yang kontroversial. Peraturan ini memberikan ijin bagi pembangunan struktur berketinggian melebihi batas ketinggian yang sedang berlaku, tata aturan yang kemungkinan merusak tatanan budaya lokal. Artikel ini bukan penolakan ataupun persetujuan terhadap perubahan regulasi yang ada. Tetapi, memberi penekanan pada ide budaya sebagai karakter penentu dalam organisasi keruangan di Bali. Argumentasi di dalamnya dikonsentrasikan pada budaya keruangan dan dinamisasinya – territoriality. Melalui penerapan Matrix of Culture, sebuah metode penelitian kualitatif yang diderivasi oleh seorang anthropologis, E.T. Hall (1973: 50-129), keruangan strategis berfungsi budaya didefiniskan, dikorelasikan dalam sembilan dimensi budaya. Artikel ini dipresentasikan dalam empat bagian. Bagian pertama, mengkaji pembatasan ketinggian bangunan di Bali. Bagian kedua dan ketiga menganalisa wujud dan praktek budaya keruangan, yang dikonsepsikan berperan penting dalam pengaturan ketinggian bangunan, jika kebudayaan Bali akan dilestarikan. Bagian keempat, menggambarkan kesimpulan-kesimpulan mendasar yang akan mempengaruhi pembangunan berbudaya di Bali ke depannya. Kata kunci Ketinggian bangunan, wujud budaya, praktek budaya, perencanaan keruangan