Journal article

Kesantunan Berbahasa Pada Keluarga Golongan Triwangsa Di Puri Undisan Bangli Kajian Tindak Tutur

NI PUTU EVI WAHYU CITRAWATI I GUSTI AGUNG ISTRI ARYANI Sang Ayu Isnu Maharani

Volume : 2 Nomor : 1 Published : 2016, February

Tutur

Abstrak

Bahasa Bali dibedakan atas dua dialek, yaitu dialek Bali Aga, dan dialek bali Daratan, yang masing-masing memiliki ciri subdialek tersendiri. Berdasarkan dimensi sosial bahasa Bali mengenal adanya sistem sor-singgih yang erat kaitannya dengan perkembangan masyarakat bali yang mengenal adanya sistem wangsa yang dibedakan atas golongan triwangsa (Brahmana, Ksatria, dan Weisia), dan golongan Sudra. (Sulaga dkk, 1996:1-2). Pada tulisan ini menggunakan kajian tindak tutur pada pembicaraan sehari-hari dalam keluarga yang memiliki kasta yang berbeda. Kajian tindak tutur yang dijadikan acuan dalam penulisan jurnal ini adalah teori yang dikembangkan oleh Searle Leech 1983; 1993; Levinson 1983; Searle (1983); Kempson 1984; Austin 1990; dan Wijana 1996 paling sedikit ada tiga komponen tindak tutur, yaitu tindak lokusional (locutionary act), tindak ilokusional (illocutionary act), dan tindak perlokusional (perlocutionary act). Selain itu juga dibahas sekilas tentang fungsi tindak tutur yang dikembangkan oleh Searle (dalam Lavinson, 1983) ada 5 macam yaitu: (1) Ekspresif, (2) Direktif, (3) Komisif, (4) Reresentatif, dan (Deklaratif). Perbedaan tindak tutur dalam percakapan sehari-hari dalam masyarakat Bali, sebenarnya tidak menjadi masalah sepanjang tidak menimbulkan suatu ketidakadilan. Namun perbedaan ini dapat mengarah kepada ketidakadilan terutama perlakuan terhadap kaum perempuan. Perbedaan dalam pemilihan bahasa antara laki-laki dan perempuan berkisar pada pola-pola intonasi sampai pada leksikal spesifik. Penutur perempuan biasanya cenderung berbicara lebih benar, baik dari sudut gramatikalnya, maupun dari pemenuhan aturan sosial kebahasaanya. Kata Kunci : Triwangsa, , tindak tutur, kesantunan.